Rabu, 22 Juni 2011

KETENANGAN, KENYAMANAN, KETENTRAMAN, DAN KEDAMAIAN SEBAGAI MAKNA HAKIKI MANUSIA BERADAB


NAMA : ARMANDO PRIYA TARUNA
NIM : L 200 100 153
NAMA : EKO BUDI DARMAWAN
NIM  : L 200 100 144
KELAS : E

MANUSIA DAN PERADABAN
Ketenangan, Kenyamanan, Ketentraman dan Kedamaian Sebagai Makna Kakiki Manusia Beradab


A. MANUSIA DAN PERADABAN
Istilah peradaban dipakai untuk menunjukkan pendapat dan penilaian terhadap perkembangan kebudayaan. Peradaban adalah kebudayaan yang bernilai tinggi. Perkembangan kebudayaan mencapai puncaknya berwujud unsur-unsur budaya yang bersifat halus, indah, tinggi, sopan, luhur, maka masyarakat pemilik kebudayaan tersebut dikatakan telah memiliki peradaban yang tinggi. Menurut Azyumardi Azra (2007), peradaban mencakup berbagai aspek kehidupan manusia, sejak dari pandangan hidup, tatanilai, sosial budaya, politik, kesenian, ilmu pengetahuan, sains, teknologi, dan banyak lagi.
Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk beradab dan berbudaya yang tidak bisa hidup di luar adab dan budaya tertentu. Manusia beradab dan berbudaya yang hidup dalam suatu masyarakat beradab bukanlah sesuatu yang alamiah, melainkan diciptakan melalui berbagai upaya yang mendukung terciptanya manusia beradab dan masyarakat adab.
Di Indonesia, sila kelima Pancasila Kemanusiaan yang adil dan beradab memberi pengakuan bahwa manusia yang hidup di Indonesia diperlakukan secara adil dan beradab oleh penyelenggara negara. Kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung nilai bahwa suatu tindakan yang berhubungan dengan kehidupan bernegara dan bermasyarakat didasarkan atas sikap moral, kebajikan dan hasrat menjunjung tinggi martabat manusia, serta sejalan dengan norma-norma. Kemanusiaan yang adil dan beradab juga mencakup perlindungan dan penghargaan terhadap budaya dan kebudayaan yang dikembangkan bangsa yang beragam etnik dan golongan.
Sila kelima Pancasila tersebut secara tegas mencita-citakan suatu masyarakat Indonesia yang beradab. Masyarakat yang beradab adalah masyarakat yang ditandai dengan ketenangan, kenyamanan, ketentraman, dan kedamaian sebagai makna hakiki manusia beradab. Konsep masyarakat adab dalam pengertian lain adalah suatu kombinasi yang ideal antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum.
Dari sejarah kita belajar bahwa secara nyata peradaban  manusia telah berubah dari waktu ke waktu. Hal ini merupakan kelebihan manusia dibanding makhluk lain. Burung membuat sarangnya tetap sama selama berabad-abad, namun manusia telah beranjak dari  gua-gua, rumah di atas pokok kayu, gubuk, rumah adat sampai dengan pencakar langit pada saat ini. Hal ini semata-mata disebabkan manusia mempunyai akal budi yang merupakan kelebihan dari makhluk hidup lainnya.
Berdasarkan akal budi manusia selalu berubah dari waktu ke-waktu dalam rangka melakukan perbaikan nilai hidup ataupun kualitas hidup. Dari kenyataan ini kita bisa belajar bahwa pada hakekatnya manusia tidak anti perubahan, walaupun perubahan bisa dilakukan secara sadar ataupun karena terpaksa berubah oleh karena suatu kondisi tertentu.
Perubahan peradaban manusia mengalami percepatan yang tidak pernah terjadi sebelumnya sejak terjadinya revolusi industri di Eropa pada abad ke-15. Pada abad ke 20 yang disebutkan oleh Alvin Toffler sebagai awal dari Gelombang Ke Tiga (Abad Informasi), kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi menjadi pendukung utama perubahan yang sangat cepat. Perubahan yang terjadi di suatu negara bisa mengakibatkan pengaruh berantai secara global terhadap negara lain.
Globalisasi merupakan fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia global. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat akselerasi proses globalisasi. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan. Globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar.
Di Indonesia, problematika peradaban yang timbul akibat globalisasi diantaranya dapat dilihat dalam bidang bahasa, kesenian, dan kehidupan sosial. Akibat perkembangan teknologi yang begitu pesat, terjadi transkultur dalam kesenian tradisional Indonesia. Peristiwa transkultural akan berpengaruh terhadap keberadaan kesenian di Indonesia. Padahal, kesenian tradisional merupakan bagian dari khasanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga kelestariannya. Dengan teknologi informasi yang semakin canggih, masyarakat disuguhi banyak alternatif tawaran hiburan dan informasi yang lebih beragam, yang mungkin lebih menarik jika dibandingkan dengan kesenian tradisional kita. Dengan televisi, masyarakat bisa menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang bersifat mendunia yang berasal dari berbagai belahan bumi. Hal ini dapat menyebabkan terpinggirkannya kesenian asli Indonesia.
Akibat globalisasi, masyarakat banyak mengalami anomi, sehingga terjadi kompromisme sosial terhadap hal-hal yang sebelumnya dianggap melanggar norma tunggal masyarakat. Selain itu juga terjadinya disorientasi atau alienasi, keterasingan pada diri sendiri atau pada perilaku sendiri, akibat pertemuan budaya-budaya yang tidak sepenuhnya terintegrasi dalam kepribadian manusia sendiri.
Problematika peradaban yang penting lainnya adalah adanya kemungkinan punahnya suatu bahasa di daerah tertentu disebabkan penutur bahasanya telah terkontaminasi oleh pengaruh globalisasi. Percampuran bahasa  bisa mengancam eksistensi bahasa di suatu daerah.


  1. Ketenangan sebagai makna kakiki manusia beradab
Dalam perkembangan hidupnya, manusia seringkali berhadapan dengan berbagai masalah yang mengatasinya berat. Akibatnya timbul kecemasan, ketakutan dan ketidaktenangan, bahkan tidak sedikit manusia yang akhirnya kalap sehingga melakukan tindakan-tindakan yang semula dianggap tidak mungkin dilakukannya, baik melakukan kejahatan terhadap orang lain seperti banyak terjadi kes-kes pembunuhan termasuk pembunuhan terhadap anggota keluarga sendiri maupun melakukan kejahatan terhadap diri sendiri seperti meminum minuman keras dan ubat-ubat terlarang hingga tindakan bunuh diri.
Oleh karena itu, ketenangan dan kedamaian jiwa sangat diperlukan dalam hidup ini yang terasa kian berat dihadapinya. Itu sebabnya, setiap orang ingin memiliki ketenangan jiwa. Dengan jiwa yang tenang kehidupan ini dapat dijalani secara teratur dan benar sebagaimana yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Untuk bisa menggapai ketenangan jiwa, banyak orang yang mencapainya dengan cara-cara yang tidak Islami, sehingga bukan ketenangan jiwa yang didapat tapi malah membawa kecelaruan dalam jiwanya itu. Untuk itu, secara tersurat, Al-Quran menyebutkan beberapa cara praktis.
a. Dzikrullah.
Dzikir kepada Allah Swt merupakan kiat untuk menggapai ketenangan jiwa, yakni dzikir dalam arti selalu ingat kepada Allah dengan menghadirkan nama-Nya di dalam hati dan menyebut nama-Nya dalam berbagai kesempatan (dan mendalami hukum-hukum Allah, termasuk dzikrullah). Bila seseorang menyebut nama Allah, memang ketenangan jiwa akan diperolehnya. Ketika berada dalam ketakutan lalu berdzikir dalam bentuk menyebut ta'awudz (mohon perlindungan Allah), dia menjadi tenang. Ketika berbuat dosa lalu berdzikir dalam bentuk menyebut kalimat istighfar atau taubat, dia menjadi tenang kembali karena merasa telah diampuni dosa-dosanya itu. Ketika mendapatkan kenikmatan yang berlimpah lalu dia berdzikir dengan menyebut hamdalah, maka dia akan meraih ketenangan karena dapat memanfaatkannya dengan baik dan begitulah seterusnya sehingga dengan dzikir, ketenangan jiwa akan diperoleh seorang muslim, Allah berfirman yang artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram (13:28).
Untuk mencapai ketenangan jiwa, dzikir tidak hanya dilakukan dalam bentuk menyebut nama Allah, tapi juga dzikir dengan hati dan perbuatan. Karena itu, seorang mu'min selalu berdzikir kepada Allah dalam berbagai kesempatan, baik duduk, berdiri maupun berbaring.
b. Yakin Akan Pertolongan Allah.
Dalam hidup dan perjuangan, seringkali banyak rintangan, tantangan dan hambatan yang harus dihadapi, adanya hal-hal itu seringkali membuat manusia menjadi tidak tenang yang membawa pada perasaan takut yang selalu menghantuinya. Ketidaktenangan seperti ini seringkali membuat orang yang menjalani kehidupan menjadi berputus asa dan bagi yang berjuang menjadi takluk bahkan berkhianat.
Oleh karena itu, agar hati tetap tenang dalam perjuangan menegakkan agama Allah dan dalam menjalani kehidupan yang sesulit apapun, seorang muslim harus yakin dengan adanya pertolongan Allah dan dia juga harus yakin bahwa pertolongan Allah itu tidak hanya diberikan kepada orang-orang yang terdahulu, tapi juga untuk orang sekarang dan pada masa mendatang, Allah berfirman yang artinya: Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar tentram hatimu karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (3:126, lihat juga QS 8:10).
Dengan memperhatikan betapa banyak bentuk pertolongan yang diberikan Allah kepada para Nabi dan generasi sahabat dimasa Rasulullah Saw, maka sekarangpun kita harus yakin akan kemungkinan memperoleh pertolongan Allah itu dan ini membuat kita menjadi tenang dalam hidup ini. Namun harus kita ingat bahwa pertolongan Allah itu seringkali baru datang apabila seorang muslim telah mencapai kesulitan yang sangat atau dipuncak kesulitan sehingga kalau diumpamakan seperti jalan, maka jalan itu sudah buntu dan mentok. Dengan keyakinan seperti ini, seorang muslim tidak akan pernah cemas dalam menghadapi kesulitan karena memang pada hakikatnya pertolongan Allah itu dekat, Allah berfirman yang artinya: Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?. Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah rasul dan orang-orang yang beriman: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?". Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat (QS 2:214).
c. Memperhatikan Bukti Kekuasaan Allah.
Kecemasan dan ketidaktenangan jiwa adalah karena manusia seringkali terlalu merasa yakin dengan kemampuan dirinya, akibatnya kalau ternyata dia merasakan kelemahan pada dirinya, dia menjadi takut dan tidak tenang, tapi kalau dia selalu memperhatikan bukti-bukti kekuasaan Allah dia akan menjadi yakin sehingga membuat hatinya menjadi tenteram, hal ini karena dia sadari akan besarnya kekuasaan Allah yang tidak perlu dicemasi, tapi malah untuk dikagumi. Allah berfirman yang artinya: Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata, "Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati". Allah berfirman, "Belum yakinkah kamu?". Ibrahim menjawab, "Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tenang (tetap mantap dengan imanku)". Allah berfirman, ("kalau begitu) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah, kemudian letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera". Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS 2:260).
d. Bersyukur
Allah Swt memberikan kenikmatan kepada kita dalam jumlah yang amat banyak. Kenikmatan itu harus kita syukuri (dengan hati, lisan, dan perbuatan) karena dengan bersyukur kepada Allah akan membuat hati menjadi tenang, hal ini karena dengan bersyukur, kenikmatan itu akan bertambah banyak, baik banyak dari segi jumlah ataupun minimal terasa banyaknya. Tapi kalau tidak bersyukur, kenikmatan yang Allah berikan itu kita anggap sebagai sesuatu yang tidak ada artinya dan meskipun jumlahnya banyak kita merasakan sebagai sesuatu yang sedikit.
Apabila manusia tidak bersyukur, maka Allah memberikan azab yang membuat mereka menjadi tidak tenang, Allah berfirman yang artinya: Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tentram, rizkinya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk) nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat(QS 16:112).
e. Tilawah, Tasmi’ dan tadabbur Al-Quran.
Al-Quran adalah kitab yang berisi sebaik-baik perkataan, diturunkan pada bulan suci Ramadhan yang penuh dengan keberkahan, karenanya orang yang membaca (tilawah), mendengar bacaan (tasmi') dan mengkaji (tadabbur) ayat-ayat suci Al-Quran niscaya menjadi tenang hatinya, manakala dia betul-betul beriman kepada Allah Swt, Allah berfirman yang artinya: Allah telah menurunkan perkataan yang baik (yaitu) Al-Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhanya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya (QS 39:23).
Oleh karena itu, sebagai mu'min, interaksi kita dengan al-Qur'an haruslah sebaik mungkin, baik dalam bentuk membaca, mendengar bacaan, mengkaji dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Manakala interaksi kita terhadap Al-Quran sudah baik, maka mendengar bacaan Al-Quran saja sudah membuat keimanan kita bertambah kuat yang berarti lebih dari sekedar ketenangan jiwa, Allah berfirman yang artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal (QS 8:2).
Dengan berbekal jiwa yang tenang itulah, seorang muslim akan mampu menjalani kehidupannya secara baik, sebab baik dan tidak sesuatu seringkali berpangkal dari persoalan mental atau jiwa. Karena itu, Allah Swt memanggil orang yang jiwanya tenang untuk masuk ke dalam syurga-Nya, Allah berfirman yang artinya: Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam syurga-Ku (QS 89:27-30).


  1. Kenyamanan sebagai makna hakiki manusia beradab
Kenyamanan jiwa bukanlah suatu hal yang mudah didapat, layaknya orang bijak bicara seharusnyalah kita bisa menemukan kenyamanan jiwa dikala usia mulai bertambah, tapi sepertinya hal itu butuh perjuangan yang besar karena kenyamanan jiwa memang mahal harganya. Usia yang bertambah, pengalaman hidup mengajarkan begitu banyak hal, mulai dari yang salah hingga yang benar, mulai dari yang pahit hingga menyenangkan, mulai dari yang mudah hingga yang berat, segala warna, seribu rasa dan jutaan kisah, tapi kapankah kita temukan kenyamanan jiwa?
Saat begitu banyak keinginan yang bermain dengan indahnya di dalam kepala ini, ada keinginan untuk bisa tidur lebih lama, keinginan untuk bisa punya pasangan yang baik, keinginan untuk makan enak, keinginan untuk bisa liburan panjang tanpa harus memikirkan pekerjaan, keinginan untuk sukses di karir, keinginan untuk bahagiakan keluarga,keinginan untuk bisa lebih dan lebih lagi...hingga kita bisa mendengarkan suara hati yang paling dalam, jujur dan rendah hati untuk bicara "bersyukurlah dengan apa yang telah terjadi dalam hidup kita". Orang bijak bicara,"apapun itu pasti ada maknanya."
Lalu kita kembali bertanya, dengan semua hal di atas, kapankah kenyamanan jiwa akan ditemukan?

Dalam diam yang hening, saat kita melihat senyum yang tulus, saat kita menutup mata menjelang tidur yang lelap, saat kita membantu yang susah, saat kita menerima ucapan terima kasih, saat-saat kita memberikan makna bagi sesama adalah wujud menjelang kenyamanan jiwa... Kenyamanan jiwa adalah kemampuan kita bermain dengan isi kepala...dan tingkat penerimaan diri. Karena kenyamanan jiwa yang utuh hanya ketika kita bersama-Nya.
Rumusan orang mengenai kenyamanan hidup pastilah beragam. Maka, tidak heran jika masing-masing memiliki definisinya sendiri. Makan enak, rumah mewah, penghasilan besar, dan sebagainya, mungkin menjadi bagian dari “isi” kenyamanan hidup dari kita semua. Sehingga, hal itu patut untuk diperjuangkan.
Tetapi, kenyamanan pribadi seperti di atas bukanlah segala-galanya bagi seseorang. Banyak orang yang telah memperoleh berbagai macam kenikmatan secara individu, tetapi justru merasa kesepian dan gelisah. Kenapa seperti itu? Tidak lain adalah ia telah melupakan kenyamanan yang lebih tinggi sebagai makhluk sosial yaitu kenyamanan sosial.
Di sini ia akan merasakan lebih bahagia ketika hidup di dalam komunitas tertentu. Lebih bahagia lagi jika bisa memberi kontribusi di dalamnya. Ia akan merasa hidupnya berguna, berarti, dan dihargai. Melalui komunitasnyalah ia bisa berekspresi, yang secara fitrah adalah sebuah kebutuhan. Orang yang hidup kaya raya cepat atau lambat akan mencapai puncak kejenuhan. Jika ia tidak bisa mengekspresikan dirinya maka ia akan merasa gelisah, tidak berguna, dan hidup terasa hampa. Meskipun segala kenikmatan telah dimilikinya.
Agar bisa berekspresi, seseorang butuh orang lain untuk mengapresiasi atau merespon ekspresinya. Bahkan, dengan pujian dan penghargaan. Ini adalah fitrah sosial sebagai manusia. Makanya, ia butuh hidup dalam komunitas tertentu. Karena sesungguhnya, salah satu bentuk kenyamanan hidupnya ada pada kehidupan sosial itu. Kenyamanan sosial ini akan mengantarkan seseorang untuk mencapai kenyamanan hidup yang lebih tinggi, lebih luas, dan lebih banyak.
Kita bisa membedakan lebih tinggi mana, apakah tingkat kenyamanan pribadi ataukah kenyamanan sosial, melalui gambaran di bawah ini.
Katakanlah soal makan enak. Kenikmatan makan adalah ketika ia bisa makan sampai kenyang. Yang menjadi parameter di sini adalah isi perut dan rasa di lidah. Jika sudah kenyang, makanan yang enak pun akan terasa tidak enak lagi. Dan, jika lidah sudah berulang kali merasakannya, semuanya akan membosankan. Mencoba mengejar lagi, mencari makanan yang lain, hasilnya sama saja. Betapa terbatasnya kenyamanan pribadi itu.
Demikian juga dengan penghasilan besar yang bisa untuk membeli rumah mewah, perhiasan, pakaian mahal, dan lain-lain. Awalnya sangatlah senang memiliki rumah mewah dan perhiasan mahal. Tetapi, itu tidak akan bertahan lama. Beberapa bulan atau tahun, perasaan itu sudah biasa lagi. Ketika ia hanya diukur untuk kepentingan pribadi, kenikmatannya menjadi demikian terbatas, tidak tahan lama dan semakin lama akan biasa bahkan membosankan. Makanya, supaya tidak bosan ia akan mengejar lagi dan lagi apa-apa yang belum ia punyai. Milik orang selalu menggiurkan. Dan, sering kali bosan dengan segala sesuatu yang telah dimiliki dan berulang kali dinikmati. Termasuk dalam urusan seksualitas. Maka, ia akan terjebak pada keserakahan.
Dalam kesempatan ini saya akan menyinggung sedikit tentang poligami. Apalagi sekarang marak kontroversi tentang berdirinya klub poligami di Bandung. Ketika poligami untuk kesenangan pribadi, maka poligami tak lebih adalah sebuah bentuk dari keserakahan manusia yang dilegalkan. Ini tak ada bedanya dengan sudah punya mobil, masih ingin punya mobil lagi lebih banyak. Karenanya sangat keliru kalau kita mencoba mengatasi desakan keinginan dan kesenangan pribadi dengan cara mengumbarnya agar tercapai kepuasan yang kita inginkan. Padahal, kepuasan pribadi tidak akan pernah terpuaskan. Jika berpoligami dibolehkan menurut agama yang mereka anut, apakah tidak keliru? Sedangkan di Kitab Suci mereka, tidak akan pernah ditemukan ayat yang membolehkan poligami karena alasan kesenangan pribadi.
Tentang berdirinya klub poligami yang asalnya dari Malaysia itu. Ini bukti bahwa mereka tidak nyaman dengan hidup mereka. Bosan, hampa, dan merasa diri tidak berarti meskipun telah memiliki empat orang istri dan kaya sekalipun. Makanya, mereka membangun komunitas agar mereka bisa mengekspresikan dirinya sehingga mendapat apresiasi atau bahkan penghargaan dan pujian dari komunitasnya tersebut. Sehingga, diharap hidup mereka tidak hampa lagi. Untuk itu masyarakat tidak perlu resah, kita semua memaklumi jika pemahamannya seperti itu.
Sangat terasa sekali bedanya, bukan? Ternyata kenyamanan pribadi itu sangat terbatas jika dibandingkan dengan kenyamanan sosial. Kita akan merasa sangat bahagia jika bisa memberikan kontribusi dan membantu orang lain. Semakin kita lakukan semakin kita bahagia dan puas. Bahkan, kebahagiaan dan kenyamanan kita tidak terbatas. Ini berarti kenyamanan yang lebih tinggi ada pada interaksi dan saling memberi manfaat. Kita boleh mengejar kenyamanan pribadi, tetapi tidak boleh mengumbarnya sehingga menjadi serakah. Karena kenyamanan pribadi itu cepat atau lambat akan mencapai titik kejenuhan. Sedangkan kenyamanan sosial tidak pernah mengalami titik jenuh. Karena sumbernya lebih banyak dan bersumber pada orang lain.


      3. Ketentraman sebagai makna hakiki manusia beradab
Dalam keseharian selalu saja ada masalah yang menggelayuti setiap manusia, entah si kaya atau si miskin masalah akan selalu datang menghampiri. Setiap permasalahan yang ada akan selalu membuat ketentraman manusia sedikit terusik, baik itu masalah kecil ataupun masalah yang besar semua tergantung manusia itu sendiri yang menyikapinya.
ketentraman manusia tidak akan pernah hadir selama manusia masih berkecimpung dan  bergejolak dalam perputaran roda kehidupan. Kententraman manusia akan selalu terusik selamanya sebelum manusia itu menutup mata, namun terkadang matipun manusia masih menyisakan ketidaktentraman bagi seorang yang percaya akan takhayul. Pendek kata manusia tidak akan pernah tentram dari mulai ia menghirup kehidupan sampai ia menghembuskan nafas terakhirnya untuk kehidupan.
Banyak harta dan berlimpah tidak akan menjamin manusia itu akan hidup tentram, pasti ada saja masalahnya entah dari diri sendiri, orang sekitar atau lingkungannya atau harta benta itu sendiri pasti ada celah untuk menjadikan sesuatu itu masalah. Sebab harta yang di peroleh ada dua cara jalan yang mempengaruhinya, entah itu  jalan buruk atau jalan baik. Bila harta benda yang di dapat melalui jalan baik maka harta benda yang di simpannya akan terus bertambah apalagi sebagian harta yang baik itu di belanjakan di jalan yang baik pula . Seperti menyumbang untuk anak yatim piatu, panti jompo dan amal sedekah yang akan memberikan syafaat di akhirat kelak.
Namun apabila harta benda yang telah di perolehnya dari jalan yang buruk maka penghasilan itu bukan saja tidak bermanfaat,  akan tetapi  sesuatu saat  akan menjadi masalah yang besar dan menjadi batu sandungan yang akan menghukum dirinya sendiri. Dijaman sekarang ini manusia terus berlomba untuk mendapatkan segalanya, mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan yang sesaat.  Padahal mereka tahu dan mengerti bahwa harta yang telah di dapatnya sesuatu saat nanti tidak akan di bawanya serta. Disinilah dibutuhkan sebuah keimanan dalam menentukan ketentraman manusia yang dapat dilihat secara baik dan benar agar jalan menuju keabadian akan sesuai apa yang telah di gariskan oleh Sang Maha Pencipta. Bahwa Manusia di utus kedunia untuk memberikan ketentrman kepada mahluk lainnya dan mengatur agar kehidupan manusia dapat tertata sempurna dalam beribadah kepada-Nya, sebagai rasa syukur dari mahluk kepada Tuhan-Nya.
Ketentraman sosial adalah perlindungan dari kericuhan yang ditimbulkan oleh manusia seperti pencurian, perampokan, teror dan huru-hara lainnya. Perlindungan terhadap gangguan manusia diharapkan diperoleh dari ketentraman yang dijamin dengan hukum dan peraturan perundang-undangan bikinan manusia. Akhirnya ketentraman masyrakat ini juga harus mengacu pada hukum kosmos dan tatanan alam.
Ketentraman lahir ini sangat mempengaruhi ketentraman batin. Pada umumnya untuk hidup di kota dituntut ketahanan diri yang kuat untuk menghadapi tantangan ketentraman lahir dan batin.



  1. Kedamaian sebagai makna hakiki manusia beradab
Tak satu pun agama yang memberikan toleransi terhadap kekerasan, baik terhadap diri sendiri ataupun orang lain. Bukan semata-mata ajaran agama itu yang melarang, melainkan karena kekerasan bertentangan dengan fitrah manusia dan nilai-nilai kemanusiaan. Kekerasan akan menghancurkan manusia dan peradabannya yang telah dibangun sejak permulaan manusia itu ada. Manusia dan peradabannya selalu mendambakan terbangunnya perdamaian dan kedamaian sejati, bukan perdamaian yang dibuat-buat (semu) karena berbagai motif yang terselubung dan tidak bertanggung jawab. Perdamaian yang diharapkan adalah perdamaian yang didasarkan cinta kasih sesama sebagai makhluk Tuhan, yang mempunyai beban dan tanggung jawab sama di muka bumi, yaitu mewujudkan perdamaian itu sendiri. Karena peradaban manusia selalu diwarnai pertentangan dan kepentingan, maka Tuhan memberi petunjuk berupa agama untuk membimbing manusia kepada jalan yang benar atau jalan perdamaian. Peradaban dan budaya yang tidak dibimbing oleh agama akan membawa sengsara dan pertentangan. Ini terbukti dengan semakin hilangnya nilai-nilai kemanusiaan dan kebersamaan akibat modernisasi yang tidak dibarengi dengan peneguhan keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Sikap kebersamaan dan gotong-royong telah diganti dengan sikap individualistis, sikap saling tolong-menolong dan membantu berubah menjadi saling bermusuhan (antagonistik), serta spiritualitas murni digantikan dengan spiritualitas semu yang serba formalis. Inilah yang membawa manusia kepada kekacauan dan ketidakstabilan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.  Islam sangat menganjurkan umatnya untuk mewujudkan perdamaian di dunia ini. Bahkan, perdamaian itu merupakan sebagian dari pokok keberagamaan umat. Iman sebagai inti dari agama mengandung tiga pengertian, yakni al-iman (percaya kepada keesaan Allah), al-amanah (sikap jujur), dan al-aman (menghadirkan keamanan dan kedamaian). Orang yang menyatakan beriman kepada Allah dituntut mampu melaksanakan tiga makna tersebut, yaitu: percaya, jujur, dan damai. Orang beriman yang hanya percaya kepada Allah namun tidak bersikap jujur dan malah berbuat kerusakan dan kekerasan berarti keimanannya tidak sempurna.  Perdamaian dan kedamaian itu dapat berhasil apabila dimulai dari pribadi masing-masing. Ibda’ bi nafsik (mulailah dari dirimu sendiri), demikian sabda Nabi.  Memulai perdamaian dari diri sendiri berarti harus mampu menghadirkan kedamaian dalam jiwa dan menjauhkannya dari kerusakan dan kehancuran  Diri kita pun harus dipenuhi hak-haknya, hak jasmani dan ruhani, serta harus dijauhkan dari hal-hal yang merusak jasmani dan rohani itu. Sebagai makhluk sosial, manusia diwanti-wanti oleh Islam agar mewujudkan perdamaian dan menjauhkan kerusakan dalam lingkup sosial kemasyarakatan. Allah sangat mengecam  kerusakan yang dilakukan umat manusia di muka bumi ini. ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِTelah tampak kerusakan di muka bumi akibat ulah tangan manusia”. Dalam hal ini, menjaga lingkungan dari kerusakan adalah sebagian dari ajaran Islam untuk mewujudkan kebersamaan dan kedamaian bersama. Menghadirkan kedamaian pada diri sendiri dan masyarakat tidak akan bernilai tanpa dilandasi dengan ketakwaan kepada Allah dan kepatuhan kepada Rasulullah Saw, karena perintah perdamaian dan larangan berbuat kerusakan adalah perintah Allah dan perilaku yang dilakukan oleh Nabi.Sebagemana disebutkan Qs.Ali 'Imran 31 :  إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ  Jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku (Nabi), maka Allah akan mencintaimu dan memaaf kan dosa-dosamu”,  demikian Allah menegaskan dalam firman-Nya. Artinya, sebagai umat Muhammad, kita harus berperilaku mengikuti pola perilaku yang diajarkannya, yaitu akhlak karimah (perilaku yang baik), di mana  beliau adalah contoh yang terbaik (uswatun hasanah).بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ ِبمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْم وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ  




6 komentar:

  1. temen temen nie tgasQ ISBD tentang ketenangan, kenyamanan, ketentraman dan kedamaian sebagai makna hakiki dah kelar,,,,,,,,,
    yang mau nanya taw comment silahkan.......

    BalasHapus
  2. Mana neh kelompok kita ga ada yang komeng sama sekali,,,,!!!!

    BalasHapus
  3. Problematika peradaban salah satunya adalah punahnya suatu bahasa di daerah tertentu..
    apa yang menjadi pengaruh suatu bahasa di daerah tertentu bisa punah?

    BalasHapus
  4. Hal tersebut diakibatkan oleh globalisasi,sehingga masyarakat banyak mengalami anomi, dan terjadi kompromisme sosial terhadap hal-hal yang sebelumnya dianggap melanggar norma tunggal masyarakat. Selain itu juga terjadinya disorientasi atau alienasi, keterasingan pada diri sendiri atau pada perilaku sendiri, akibat pertemuan budaya-budaya yang tidak sepenuhnya terintegrasi dalam kepribadian manusia sendiri.Seperti kemungkinan punahnya suatu bahasa di daerah tertentu itu disebabkan karena telah terkontaminasinya penutur bahasa oleh pengaruh globalisasi. Karena proses percampuran bahasa itu bisa mengancam eksistensi bahasa di suatu daerah.

    BalasHapus
  5. pada era globalisasi ini pa kh manusia itu berkembang di dunia ini....
    ato hanya bersantai saja??
    manusia sekarang ini menurut anda itu bagaimn...


    wahyu hidayah jati atmojo
    L200100131

    BalasHapus
  6. bagaimana kita dapat menciptakan masyarakat yang aman, tentram dll.. .jika linkungan kita tidak mendukungnya??

    BalasHapus